Stikesbethesda.ac.id– Secara harfiah perayaan Natal dapat dipahami hanya sebatas merayakan hari kelahiran Tuhan Yesus. Namun Natal yang dirayakan keluarga STIKES Bethesda pada 29 Desember 2020 lalu, menjadi sebuah cermin bahwa Natal tidak boleh dan tidak dapat dipahami sesederhana itu sebagaimana yang terkandung dalam makna harfiah.
Meski perayaan Natal masih dalam suasana pandemi covid-19, tidak mengurangi suka cita yang dibawa keluarga STIKES Bethesda. Dirayakan secara sederhana melalui virtual atau daring, justru memberi value lebih dalam memaknai Natal yang sesungguhnya. Mengangkat tema love in diversity—kasih dalam keberagaman–, perayaan Natal diikuti segenap anggota civitas akademika. Hadir pula Ketua Pengurus Yakkum Pdt. Simon Julianto, S.Th., M.Si dan pembawa firman Pdt. Dwi Wahyu Prasetya, MAPS
Dilaksanakan secara virtual tentu wujud harfiah perayaan Natal tidak segemerlap ketika Natal itu dirayakan secara komunal atau luring. Tidak seperti biasanya. Perayaan Natal kali ini tidak ada kerlap kerlip dekorasi atau aksi seni panggung para mahasiswa sebagai bagian dari simbol suka cita. Namun kesederhanaan ini justru melukiskan gemerlapnya suka cita Natal yang dibawa setiap pribadi. Keluarga STIKES Bethesda membawa pesan Natal untuk bersukacita dalam meneladani karya Tuhan Yesus dan belajar menyatakan kasih didalam kehidupan antar sesama.
Pdt. Dwi Wahyu Prasetya, MAPS didalam kotbahnya mempertegas pesan Natal ini dengan mengingatkan umat kristiani untuk belajar hidup melayani sebagaimana Tuhan telah melayani manusia. Mengutip surat Injil philipi pasal 2 ayat 5-7, umat kristiani diingatkan agar senantiasa menaruh pikiran dan perasaan seperti yang ada pada Yesus Kristus. Natal merupakan bukti kasih Allah kepada manusia. Tuhan Yesus hadir ke dunia dalam rupa manusia, bahkan sebagai hamba untuk melayani. Kerendahan hati Yesus inilah yang harus diteladani umat kristiani dalam berbagi kasih. Dan kasih itu hendaklah diberikan kepada sesama secara tulus tanpa memandang apapun.
“Tuhan hadir menempatkan manusia sebagai tuan untuk dilayani. Ini yang luar biasa. Ruh Natal adalah ruh memberi. Ingat, Yesus memberi kasih kepada semua orang, tanpa memandang siapapun. Kasih tidak mamandang rupa, suku maupun agama. Pemberian apa dan seperti hendaklah didasari hati dengan meneladani Yesus yang telah memberi kasih dan bukan menerima,” terang Pdt. Dwi Wahyu Prasetya, MAPS.
Di penghunjung kotbahnya Pdt. Dwi Wahyu Prasetya, MAPS mengajak semua umat kristiani untuk menghayati Natal kali ini menjadi momen indah untuk mengubah dan menjalani hidup baru. Umat kristiani harus belajar mendewasakan diri untuk melayani sesama dengan merendahkan diri sebagai hamba. Dengan meneladani kerendahan hati Yesus, umat kristiani diharapkan bisa memberikan kasih yang terbaik kepada sesama. (bas)