Stikesbethesda.ac.id— Seniman kondang Yogyakarta, KRT Stefanus Prigel Siswanto, M. HUM alias Dalijo, tampil mengibur dalam pembukaan Pengenalan Program Studi (PPS) mahasiswa baru STIKES Bethesda, di ruang Jean Watson Senin 28 Agustus 2017. Mengenakan baju batik dipadu dengan peci pejuang dan kepang rambut, Dalijo tampil berpasangan dengan yuniornya Andreas Prabu Maheswara.
Lelucon yang disuguhkan keduanya kerap mengundang tawa ratusan mahasiswa baru, wali murid dan dosen yang memenuhi ruangan. Tidak sekedar menyajikan guyonan yang menghidupkan suasana, aksi panggung Dalijo dan Maheswara juga syarat dengan nilai-nilai luhur budaya Yogyakarta. Yaa…sesuai dengan amanah yang diembannya di atas panggung. Sebagai seorang seniman sekaligus dosen di salah satu universitas, Dalijo diundang sebagai penyambung lidah untuk mengenalkan kearifan lokal kepada mahasiswa baru.
Petuah yang melekat dengan budaya warga Yogyakarta tersurat dan tersirat dari lelucon yang ia tampilkan. Baik itu petuah mengenai tata krama, keramahan, dan budaya lain yang mencerminkan kearifan masyarakat Yogyakarta. Semisal tentang makna falsafah bahasa jawa “manjing ajur ajer” atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan “masuk, melebur, mencair”. Falsafah itu memberi pesan kepada mahasiswa baru agar bisa menyatu, berdaptasi, dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Tentu petuah-petuah itu tidak disampaikan lewat komunikasi layaknya dosen kepada mahasiswa. Setiap petuah yang dimunculkan, selalu diramu dengan lelucon yang mengundang gelak tawa.
Nilai-nilai kearifan lokal tidak hanya disampaikan melalui konten kalimat lucu yang tersaji. Di atas panggung ia begitu piawai mengemas penampilan dirinya sebagai representasi profile masyarakat Yogyakarta. Dari gestur, mimik wajah, dan tutur bahasa yang diperlihatkan, tergambar ada penegasan bahwa masyarakat Yogyakarta selalu ramah dan welcome terhadap setiap pendatang. Di ujung penampilannya tepuk tangan pun mengalir dari seluruh hadirin yang merasa terhibur dengan aksi panggung Dalijo.
Ditemui usai tampil menghibur Dalijo mengatakan, kearifan lokal merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dikenalkan kepada mahasiswa. Untuk mendapatkan suasana belajar yang nyaman, setiap mahasiswa perlu untuk bisa beradapatasi dan beriteraksi dengan budaya masyarakat Yogyakarta. “Jelas ini sangat penting. Mahasiswa yang menuntut ilmu di Yogyakarta datang dari segala penjuru. Kearifan lokal perlu kita tanamkan kepada mereka, biar bisa mengenal, beradaptasi, kemudian bisa menyatu. Kalau dalam bahasa jawa-nya seperti saya katakan manjing ajur ajer, interaksi yang baik dengan budaya Yogyakarta. Yang jelas itu perlu kita wujudkan sesuai slogan bahwa Yogyakarta berhati nyaman. Marilah kita menciptakan suasana nyaman di Yogyakarta, walaupun kita membawa budaya masing-masing,’ terang Dalijo.
Menurutnya tema kearifan lokal yang diangkat STIKES Bethesda dalam pembukaan PPS merupakan langkah yang sangat tepat. Selain menjadi perisai untuk bisa beradaptasi, pengenalan kearifan lokal juga berperan menumbuhkembangkan karakter kepribadian mahasiswa. “Kalau STIKES Bethesda mengangkat kearifan lokal di awal mula studi, itu merupakan langkah yang sangat tepat. Ini bisa menjadi tameng dan modal pokok untuk menumbuhkembangkan kepribadian mahasiswa. Yang jelas mahasiswa yang menuntut ilmu di Yogyakarta, mau tidak mau harus mengenal dan mencintai kearifan lokal,” tegasnya.
Untuk bisa berinteraksi, dijelaskan bahwa mahasiswa dari luar daerah tidak perlu melepas baju budaya dari daerahnya. Beradaptasi dan berinteraksi, bukan berarti harus menguasai seutuhnya budaya masyarakat Yogyakarta. Tidak ada keharusan orang dari luar Yogyakarta harus bisa bahasa jawa yang halus atau bahasa kromo inggil. Setiap pribadi tetap membawa dialek masing-masing daerah, tapi harus bisa membawa diri agar keramahan Yogyakarta bisa menerima kehadiran mereka.