Stikesbethesda.ac.id– Gempa dasyat berkekuatan 7,4 SR yang terjadi pada 28 September 2018 lalu, telah menghadirkan sejarah kelam bagi saudara-saudara kita yang tinggal di bumi Palu, Donggala, Sigi dan sekitarnya. Bukan hanya meluluhlantahkan wajah kota dan pemukiman warga, gempa juga telah merenggut banyak nyawa. Tidak sedikit dari mereka yang kehilangan mata pencaharian, tempat tinggal, bahkan kehilangan sanak saudara. Persoalan menyangkut masalah kemanusiaan mewarnai hari-hari para korban pasca bencana dasyat itu datang. Kondisi yang serba darurat mendatangkan kesulitan bagi korban untuk mendapatkan kebutuhan dasar demi menyambung hidup.
Prihatin terhadap masalah kemanusiaan yang timbul, STIKES Bethesda Yakkum merasa terpanggil untuk turut terlibat meringankan penderitaan para korban. Uluran tangan sebagai bentuk kasih terhadap sesama diwujudkan STIKES Bethesda lewat pelayanan dua anggotanya, Indrayanti S. Kep. Ns. , M. Kep, Sp. Kep. Kom. dan Salangsiki Ratna Risang, S. Kep. Dua minggu lamanya dari tanggal 8-23 Oktober 2018, dua anggota keluarga STIKES Bethesda ini hadir di tengah-tengah para korban yang tinggal di posko pengungsian dan tenda-tenda darurat. Bergabung dalam tim relawan Pelkesi (Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia), keduanya menjalankan tugas kemanusiaan memberi pelayanan kesehatan bagi para korban.
Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di posko pengungsi yang tersebar di tiga kabupaten/kota yaitu Palu, Donggala dan Sigi. Banyak posko pengungsi yang berhasil tersentuh oleh aksi kemanusiaan yang dilaksanakan Pelkesi. Dalam satu wiilayah kecamatan saja, pelayanan kesehatan bisa menyasar ke beberapa posko pengungsi. Contoh seperti di wilayah Puskesmas Kamaipura kecamatan Tanambulava, kabupatan Sigi. Di kecamatan ini pelayanan kesehatan yang diberikan menyentuh kepada korban dari lima kelurahan berbeda.
Aksi kemanusiaan yang dilaksanakan Pelkesi sedikitnya melibatkan 15 personil terdiri dokter, perawat dan bidan ditambah 5 tenaga umum. Kehadiran tim Pelkesi sebagai relawan mendapat sambutan hangat dari warga maupun dinas pemerintah terdekat. Besarnya niat dan keinginan warga untuk memeriksakan kesehatannya terlihat di setiap lokasi yang didatangi tim Pelkesi. Dari setiap kelompok mobile klinik tim Pelkesi rata-rata per hari bisa menangani 100 pasien. Dari penuturan dua relawan STIKES Bethesda, di lapangan banyak ditemui warga yang mulai terserang diare, ispa (infeksi pernapasan akut) dan infeksi karena luka. Sebagian besar diantara mereka belum tertangani dengan baik, karena situasi dan kondisi yang masih serba darurat. “Situasinya sangat memprihatinkan. Untuk mendapatkan air bersih saja mereka terpaksa menggali bagian dari cekungan sungai,. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas kesehatan dari air tersebut, yang ternyata mereka konsumsi dan gunakan untuk kegiatan MCK. Karenanya banyak kita temui penderita diare, dan ispa,” jelas Indrayanti. Selain menyentuh langsung mengobati korban sakit, Pelkesi juga membagikan obat-obatan untuk perawatan dan kesembuhan korban.
Selama dua pekan menjalankan tugas kemanusiaaani, tentu ada bagian dari suka duka anggota tim Pelkesi. Berjuang melawan lelah itu sudah pasti. Setiap harinya anggota Pelkesi bekerja rata-rata lebih dari 12 jam untuk melayani kesehatan warga. Berangkat ke lokasi sejak matahari terbit, mereka baru tiba kembali di base camp pada pukul tujuh hingga delapan malam. Perlu perjuangan tersendiri untuk bisa menjangkau posko pengungsi yang titik lokasinya jauh dari kota Palu. Menempuh perjalanan panjang dengan medan berat dan melelahkan, telah menjadi bagian dari resiko yang harus dihadapi Indrayanti, Salangsiki dan relawan Pelkesi lainnya. Base camp relawan Pelkesi yang berada di Kota Palu, memang tidak jarang mengharuskan anggotanya menempuh perjalanan jauh untuk bisa menjangkau lokasi pengungsi. Apalagi lokasi yang disasar mencakup wilayah di tiga kabupaten/kota. Melewati medan jalan berlumpur, kawasan bukit rawan longsor dan jurang di kanan kiri jalan, hampir tiap hari harus dihadapi relawan Pelkesi. Mobil yang membawa mereka pun harus ekstra hati-hati untuk bisa tiba di lokasi. Pernah satu ketika jalan yang dilalui relawan Pelkesi sekembalinya dari lokasi pengungsian di kecamatan Kulawi, tiba-tiba tertimbun longsoran bukit. Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah mobil relawan Pelkesi melewati area tersebut. Tapi dibalik semua itu ada kebahagiaan luar biasa dari seluruh anggota tim Pelkesi ketika mereka bisa memberikan sesuatu yang berarti bagi saudara-saudara di Palu, Dongala, dan Sigi. (bas)