Stikesbethesda.ac.id– Pembawaannya supel, penuh semangat dan komunikatif. Ia adalah Lidya Nathania mahasisiwi program sarjana keperawatan STIKES Bethesda YAKKUM Yogyakarta. Baru-baru ini tepatnya awal Januari 2024, Lidya Nathania berhasil meraih prestasi membanggakan yang turut mengharumkan nama almamater. Ia dinobatkan sebagai juara pertama kompetisi “Nursing Speech Contest” dalam gelaran Syncos yang diselenggarakan Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta.
Pidato dalam bahasa Inggris yang dipresentasikan Lidya dalam kompetisi tersebut berdurasi kurang lebih 10 menit. Narasi dan substansi pidato Lidya mengacu pada tema yang sudah ditentukan yakni “Advancing the Excellence of Paliatife Care: Improving Quality of Life and Spiritual Patient Support”, atau bisa diterjemahkan “Memajukan Keunggulan Perawatan Paliatif : Meningkatkan Kualitas Hidup dan Dukungan Spiritual Pasien”.
Kecakapan Lidya mengutarakan narasi dan subtansi pidatonya dalam bahasa Inggris,, menjadi poin bagi dirinya untuk tampil menjadi yang terbaik dalam kompetisi tersebut. Ia dinobatkan menjadi yang terbaik diantara puluhan kompetitor lain yang turut berkompetisi mewakili berbagai universitas.
Dalam narasinya Lidya menekankan bahwa setiap perawat tentu memiliki kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Sebagai bentuk tanggung jawab moral perawat harus memberikan perhatian ekstra kepada pasien. Misalnya dengan mendengarkan keinginan pasien, perasaan pasien, gejala yang mengganggu, serta apa yang mungkin dapat mengurangi penderitaan pasien. Karenanya perawat perlu melakukan pendekatan totalitas yang bisa menyentuh ranah psikologis dan spiritual pasien dengan tujuan untuk mengurangi penderitaan dan penyembuhan pasien.
“Marilah kita menyediakan perhatian khusus terhadap perawatan paliatif. Dengan cara ini kita sebagai perawat, tidak hanya menyediakan tetapi juga menawarkan perawatan sensitif terhadap budaya pada mereka yang membutuhkan,” jelas Lidya dalam nukilan pidatonya.
Menurut wanita kelahiran Bali ini, perawatan paliatif sangat dibutuhkan mengingat masyarakat Indonesia memiliki budaya yang disebut dengan “Ikhtiar”. Karena itu perlu perhatian terhadap aspek psikologis dan spiritual pasien untuk memaksimalkan kualitas hidup pasien. (bas)